Jumat, 08 Juli 2011

Mati Suri

lukisan by google


Mati Suri

Pagi! Indonesia yang seri
Duka nian kamu Indonesia
Padi padi jadi bara
Lima sila jadi duri

Pada hati kami kata
Sila jadi meja judi
Para Tuan lupa diri
Jiwa jiwa luka: Kita?

Di Kota juga Desa: Sama
Sana sini gila uang
Meja meja gila Gong
Kini mati suri Indonesia

Di Masjid;Gereja;Pura;Vihara
Nada, sepi gema;bisu
Daun hati yang layu
Tapi, nadi kita Indonesia

_____________________________________
@Imron Tohari _ lifespirit 9 July 2011


Karakter dasar pola tuang 4444 :

4 huruf dalam satu kata/kalimat,
4 kata/kalimat dalam satu baris,( Di tolerir lebih satu kata, bila kata tadi berfungsi sebagai kata tunjuk tempat : di, ke ) , dimana untuk kata tunjuk tempat adalah suatu hal yang mempunyai sifat khusus pada makna suatu kalimat bila tidak disertakan: di,ke, sehingga tidaklah mengapa bila lebih satu kata, bila kata tersebut merupakan satu kesatuan makna pada kata terkait. (di,ke). Hal ini berlaku juga untuk sesuatu kalimat/kata yang walau lebih dari 4 huruf dalam satu kalimat/kata,masih bisa di tolerir, Bilamana Ianya, kata/kalimat tersebut menunjukan dan atau merupakan nama suatu tempat, orang, waktu dan atau yang setara, misal: Negara;Masjid;Gereja;Pura;Vihara , nama orang, penunjuk waktu, dst.
4 baris dalam 1 paragraf/bait/larik,
4 paragraf/bait/larik membentuk 1 alur cerita,
bersanjak dan atau berima ( rima berpeluk/berpaut ) pada setiap baitnya.

Yang Satu




Yang Satu
: Prof. Dimas Arika Miharja


Ayah, pada laku usia
Usai baca duka hati
Budi, ilmu pada arti
Atma baik sepi luka

Kata ayah, akal fana
Kala kita haus ilmu
Biar jauh dari semu
Buka luas mata jiwa

Ayah, pada saat pilu
Kamu ikat luka lara
Kamu tata suka cita
Agar hati jadi padu

Kata ayah, umur, saru
Kini pada sisa usia
Bila bila tiba masa
Puja puji pada Satu

___________________________________________________
@ Imron Tohari _ lifespirit rev.5 July 2011

Karakter dasar pola tuang 4444 :

4 huruf dalam satu kata/kalimat,
4 kata/kalimat dalam satu baris,( Di tolerir lebih satu kata, bila kata tadi berfungsi sebagai kata tunjuk tempat : di, ke ) , dimana untuk kata tunjuk tempat adalah suatu hal yang mempunyai sifat khusus pada makna suatu kalimat bila tidak disertakan: di,ke, sehingga tidaklah mengapa bila lebih satu kata, bila kata tersebut merupakan satu kesatuan makna pada kata terkait. (di,ke). Hal ini berlaku juga untuk sesuatu kalimat/kata yang walau lebih dari 4 huruf dalam satu kalimat/kata,masih bisa di tolerir, Bilamana Ianya, kata/kalimat tersebut menunjukan dan atau merupakan nama suatu tempat, orang, waktu dan atau yang setara, misal: Negara;Masjid;Gereja;Pura;Vihara , nama orang, penunjuk waktu, dst.
4 baris dalam 1 paragraf/bait/larik,
4 paragraf/bait/larik membentuk 1 alur cerita,
bersanjak dan atau berima ( rima berpeluk/berpaut ) pada setiap baitnya.

Sang Naga

lukisan diunduh http://chineseartstore.com/catalog/images/medium/5849-chinese-dragon-painting-detail.jpg




Sang Naga


Naga emas para Dewa
Liuk laun naik mega
Suci laku suci kata
Budi baik arak jiwa

Hong! fana pada akar
Inti kata pada arti
Bila tahu laba rugi
Jauh dari laku ular

Pada bayu, kata Naga
Kamu Hong saya nari
Saya nepi jika duri
Fana, rugi atau laba?

Bila hati satu rasa
Hari hari luah suka
Lupa lara juga duka
Tuan, Nona, ikat kala

______________________________
@Imron Tohari _ lifespirit 8 July 2011


Karakter dasar pola tuang 4444 :

4 huruf dalam satu kata/kalimat,
4 kata/kalimat dalam satu baris,( Di tolerir lebih satu kata, bila kata tadi berfungsi sebagai kata tunjuk tempat : di, ke ) , dimana untuk kata tunjuk tempat adalah suatu hal yang mempunyai sifat khusus pada makna suatu kalimat bila tidak disertakan: di,ke, sehingga tidaklah mengapa bila lebih satu kata, bila kata tersebut merupakan satu kesatuan makna pada kata terkait. (di,ke). Hal ini berlaku juga untuk sesuatu kalimat/kata yang walau lebih dari 4 huruf dalam satu kalimat/kata,masih bisa di tolerir, Bilamana Ianya, kata/kalimat tersebut menunjukan dan atau merupakan nama suatu tempat, orang, waktu dan atau yang setara, misal: Negara;Masjid;Gereja;Pura;Vihara , nama orang, penunjuk waktu, dst.
4 baris dalam 1 paragraf/bait/larik,
4 paragraf/bait/larik membentuk 1 alur cerita,
bersanjak dan atau berima ( rima berpeluk/berpaut ) pada setiap baitnya.


Puisi pola 4444 ini saya ciptakan atas dasar ketertarikan saya pada karya sastra puisi/sajak/syair/pantun yang berbasis akar budaya tanah leluhur yang kita cintai ini.
Berawal dari sana saya tergelitik untuk membuat puisi sanjak dan atau rima dengan aturan yang boleh dikata tak lazim, karena pola ini terdiri dari serangkaian tautan kalimat yang per kalimatnya hanya terdapat 4 huruf pada kata/kalimat ( kata dasar ) ; 4 huruf dalam satu kata/kalimat, namun dalam satu kesatuan utuh tubuh karya, dan harus tetap memenuhi unsur sajak baik secara estetika bahasa pun secara estetika pesan/makna.

Sekali lagi perlu saya tekankan di sini, bahwasanya acuan dasar dari pola 4444 adalah sajak rima sastra akar leluhur, Namun begitu pada karya ini (yang selanjutnya saya sebut sebagai puisi pola 4444, lebih menitik beratkan pada jumlah huruf pada kata dan jumlah kata pada baris serta jumlah baris pada bait. Sedang saya pergunakan rima berpeluk semata untuk mendapatkan efec rima (metrum) saat dibaca. Satu lagi pada bacaan puisi pola 4444 dengan rima berpeluk. Pembaca akan mendapatkan efek gema. seakan kita ditarik lagi pada bunyi akhir awal bait. tarikan rima di baris awal bait dengan bunyi rima akhir dibaris akhir pada bait yang sama menciptakan suatu arus gravitasi kata dan atau gravitasi bahasa yang berseakan memantul dan menimbulkan bunyi yang bergema. Contoh: perhatikan efek gema yang ditimbulkan oleh rima yang saya beri tanda ( ) di bawah ini :

Hong! fana pada ak(ar)
Inti kata pada art(i)
Bila tahu laba rug(i)
Jauh dari laku ul(ar)

Pada bayu, kata Nag(a)
Kamu Hong saya na(ri)
Saya nepi jika du(ri)
Fana, rugi atau lab(a)?


Jadi dalam penggunaan rima tidak boleh asal mengejar bunyi saja, dalam pengertian "mengejar bunyi" yang saya maksudkan di sini, yaitu tidak hanya sekedar mencari kesamaan rima di akhir kalimat saja, padahal secara bentukan alur baris dan atau antar barisnya tidak saling terkait maksud/makna, jadi di sini yang saya maksudkan jangan hanya mengejar bunyi rimanya sahaja. Dan mengenai asonansi; perulangan bunyi vokal dalam deretan kata dan atau penggunaan aliterasi ; pengulangan bunyi konsonan dari kata-kata yang berurutan, tidak mesti harus, yang pasti dasar pemikiran penciptaan karya ini sesuai dengan yang saya katakan diatas mengacu dari pola tuang sastra melayu pujangga lama tidak menyimpang dari pola rima berpeluk/berpaut, dan yang pasti tidak menyimpang aturan pola 4444.

salam lifespirit!

Rabu, 06 Juli 2011

Ohai!

lukisan by http://www.lintasberita.com/mediabig/6d4764e96dbe8674b9b39ad57b79a336.jpg

Ohai!

Pada jiwa yang laut
Arah tuju pada niat
Bila luka kamu Ikat
Suka cita akan ikut

Ahai! Loba bola mata
Elok nian kamu nona
Akal bisa jadi lena
Bara bisa jadi kata

Tapi, bila baik iman
Laku diri akan taat
Pada tuju kian giat
Hari hari elok nian

Ohai! Nona mata jeli
Buka mata buka hati
Jaga laku jaga diri
Maut;ajal, satu kali

_______________________________________
@Imron Tohari _ lifespirit 6 July 2011

je•li a 1 elok dan bercahaya (tt mata)

Karakter dasar pola tuang 4444 :

4 huruf dalam satu kata/kalimat,
4 kata/kalimat dalam satu baris,( Di tolerir lebih satu kata, bila kata tadi berfungsi sebagai kata tunjuk tempat : di, ke ) , dimana untuk kata tunjuk tempat adalah suatu hal yang mempunyai sifat khusus pada makna suatu kalimat bila tidak disertakan: di,ke, sehingga tidaklah mengapa bila lebih satu kata, bila kata tersebut merupakan satu kesatuan makna pada kata terkait. (di,ke). Hal ini berlaku juga untuk sesuatu kalimat/kata yang walau lebih dari 4 huruf dalam satu kalimat/kata,masih bisa di tolerir, Bilamana Ianya, kata/kalimat tersebut menunjukan dan atau merupakan nama suatu tempat, orang, waktu dan atau yang setara, misal: Negara;Masjid;Gereja;Pura;Vihara , nama orang, penunjuk waktu, dst.
4 baris dalam 1 paragraf/bait/larik,
4 paragraf/bait/larik membentuk 1 alur cerita,
bersanjak dan atau berima ( rima berpeluk/berpaut ) pada setiap baitnya.

Puisi pola 4444 ini saya ciptakan atas dasar ketertarikan saya pada karya sastra puisi/sajak/syair/pantun yang berbasis akar budaya tanah leluhur yang kita cintai ini.

Berawal dari sana saya tergelitik untuk membuat puisi sanjak dan atau rima dengan aturan yang boleh dikata tak lazim, karena pola ini terdiri dari serangkaian tautan kalimat yang per kalimatnya hanya terdapat 4 huruf pada kata/kalimat ( kata dasar ) ; 4 huruf dalam satu kata/kalimat, namun dalam satu kesatuan utuh tubuh karya, dan harus tetap memenuhi unsur sajak baik secara estetika bahasa pun secara estetika pesan/makna.

Sekali lagi perlu saya tekankan di sini, bahwasanya acuan dasar dari pola 4444 adalah sajak rima sastra akar leluhur, Namun begitu pada karya ini (yang selanjutnya saya sebut sebagai puisi pola 4444, lebih menitik beratkan pada jumlah huruf pada kata dan jumlah kata pada baris serta jumlah baris pada bait. Sedang saya pergunakan rima berpeluk semata untuk mendapatkan efec rima (metrum) saat dibaca. Satu lagi pada bacaan puisi pola 4444 dengan rima berpeluk. Pembaca akan mendapatkan efek gema. seakan kita ditarik lagi pada bunyi akhir awal bait. tarikan rima di baris awal bait dengan bunyi rima akhir dibaris akhir pada bait yang sama menciptakan suatu arus gravitasi kata dan atau gravitasi bahasa yang berseakan memantul dan menimbulkan bunyi yang bergema. Contoh: perhatikan efek gema yang ditimbulkan oleh rima yang saya beri tanda ( ) di bawah ini :

Pada jiwa yang la(ut)
Arah tuju pada niat
Bila luka kamu Ikat
Suka cita akan ik(ut)

Ahai! Loba bola ma(ta)
Elok nian kamu nona
Akal bisa jadi lena
Bara bisa jadi ka(ta)

Jadi dalam penggunaan rima tidak boleh asal mengejar bunyi saja, dalam pengertian "mengejar bunyi" yang saya maksudkan di sini, yaitu tidak hanya sekedar mencari kesamaan rima di akhir kalimat saja, padahal secara bentukan alur baris dan atau antar barisnya tidak saling terkait maksud/makna, jadi di sini yang saya maksudkan jangan hanya mengejar bunyi rimanya sahaja. Dan mengenai asonansi; perulangan bunyi vokal dalam deretan kata dan atau penggunaan aliterasi ; pengulangan bunyi konsonan dari kata-kata yang berurutan, tidak mesti harus, yang pasti dasar pemikiran penciptaan karya ini sesuai dengan yang saya katakan diatas mengacu dari pola tuang sastra melayu pujangga lama tidak menyimpang dari pola rima berpeluk/berpaut, dan yang pasti tidak menyimpang aturan pola 4444.


salam lifespirit!